Suami tersayang,
bersama surat ini, kukirimkan padamu sepotong pagi yang kuambil dari tahun 2050– dengan basah embun, cuitan burung, dan udara sejuk berkabut menyelimutinya. Apakah kamu menerimanya dengan lengkap?
Di tahun ke 29-mu menjadi manusia hari ini, aku ingin memberimu lebih dari sekadar kata-kata. Mereka kadang tidak cukup menjadi wakil perasaanku– atau aku yang kurang kosakata saja ya…
Tapi aku ingin memberimu sepotong pagi yang sudah rapi tersimpan rapi dalam amplop kartu pos. Jika dunia kelak menjadi bising dan menyedihkan, barangkali– barangkali, kau akan ingat bahwa kau punya sepotong pagi ini. Semoga bisa sedikit melipur hati.
Aku tahu kau ingin punya waktu yang panjang, dimana aku dan kamu bisa duduk di kursi malas, setelah perjalanan panjang yang jauh dan melelahkan, mungkin dengan sepiring pisang goreng hangat, diam menyimak sepotong pagi bercerita sembari memandang langit, bertanya-tanya, apakah semua ini memang benar terjadi. Sepotong pagi yan gbisa dibawa kemana-mana, bertahun-tahun lamanya.
Masa depan biar menjadi milik-Nya yang kita perjuangkan. Semoga tidak ada sesal kau menyimpan koleksi potongan-potongan pagi dariku, kelak.
Terima kasih sudah mengajakku dalam perjalanan di tahun ke-29mu. Semoga Allah selalu menjaga dan meridhoi kita.
Selamat ulang tahun.