Di tiap pemberhentian lampu merah, aku paling suka memperhatikan anak berseragam baik yang bersepeda atau bergoncengan motor. Mereka menarik. Biasanya, yang terbayang di kepalaku pertama adalah, “Wow, anak sekolah. Bersekolah. Menginvestasikan waktunya untuk berada di sebuah kelas….”
Hal-hal yang menempel padanya juga kuperhatikan, mulai dari tas yang dipakainya– mengira-ngira isinya, sampai raut wajahnya yang kepanasan dengan mata memicing untuk menghalang debu. Semua tentang anak sekolah terasa menarik. Sampai mungkin dia salting sendiri. “Lapo mbak-mbak iki mentelengi aku……………”
Sambil senyum-senyum, aku kemudian bertanya-tanya dalam hati, “Dia senang nggak ya dengan sekolahnya..”
Prasangka dan cerita-cerita yang kupunya mengenai dunia persekolahan memang tidak terlalu bagus. Jadi mungkin aku melihat anak-anak bersekolah dengan…. kasihan. Generalisasi yang ceroboh mungkin.
Dan ketika lampu hijau menyala, aku meninggalkannya dengan harapan yang agak-agak haru.
Semoga ia menyukai proses belajar di sekolahnya. Semoga pilihan untuk mencari ilmu dan mendapat pencerahan di bangku-bangku itu diberi keberkahan oleh-Nya. Membuatnya jatuh cinta dengan ilmu pengetahuan.
Harapan yang kurang lebih sama ketika melihat keponakanku berangkat ke TK-nya tiap pagi.
Doa yang selalu sama ketika aku berangkat ke menara gading berbiaya mahal bernama universitas di timur jawa dwipa.
#eaaa