Aku pikir kita tak benar-benar berpisah. Sementara dirimu bertambah sibuk mengurus ummat di sekitarmu, aku mungkin baru sampai pada memperbaiki diriku dan sibuk merindu.. Menelaah kembali mimpi-mimpi besar kita.
Pada akhirnya aku mengerti kita tetap pada bangunan peradaban yang sama. Yang pondasi awalnya dimulai dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa. Yang dibangun perlahan bersama tekad dan keyakinan.
Yang berbeda kini adalah.. Kita terasa jauh.. Sebab sedang membangun pilar demi pilar yg membuktikan konsistensi kita.
Kali ini aku merasa hujan membasahi bangunan yang kita upayakan ini, dengan barokah-Nya. Jadi.. Sempatkan ya untuk berdoa, bukan untuk kita saja. Tapi juga bangunan ini. Semoga pondasinya tidak terkikis zaman.
Aku pernah begitu takjub dengan kebaikan Allah yang telah menyesatkanku di suatu tempat. Di tempat itu, aku yang dulu suka bersungut-sungut, labil, tidak tenang, tidak paham esensi, perlahan mulai mengkonstruksi lagi hal-hal mengenai niat, tujuan, dan pandangan. Aku melakukan itu semua tanpa merasa sedang didorong-dorong atau ditarik-tarik. Aku duduk, memandang sekeliling, mengamati gerak tangan dan mimik wajah mereka, melakukan sesekali penilaian, menimbang sambil terus mencari tahu. Beberapa saat kemudian, dalam waktu yang cukup lama, kuputuskan untuk meletakkan sekeping hati disitu. Ah, untuk urusan ini, aku juga tidak punya kuasa. Lagi-lagi Allah.
Duh, aku memang belum melakukan apa-apa untuk tempat itu.
Semoga Allah beri aku kesempatan.